BRIN Rekomendasikan Gunung Tangkil dan Gunung Karang Sukabumi Jadi Cagar Budaya dan Eco-museum
Dipublikasikan oleh SMK IT AL FATH pada
BRIN Rekomendasikan Gunung Tangkil dan Gunung Karang Sukabumi Jadi Cagar Budaya dan Eco-museum
Media Pakuan – 31 Mei 2025, 14:55 WIB Penulis: Manaf Muhammad Editor: Tim Media Pakuan

MEDIA PAKUAN – Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama tim Museum Prabu Siliwangi meninjau lokasi penemuan benda-benda purba di Gunung Karang, Kelurahan Limusnunggal, Kecamatan Cibeureum, Kota Sukabumi dan Gunung Tangkil, di kawasan Cagar Alam Sukawayana, Desa/Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi. Penelitian dilakukan dari tanggal 27 sampai 30 Mei 2025. Pendiri Museum Prabu Siliwangi KH Fajar Laksana mengatakan, penelitian tersebut dilakukan untuk menyesuaikan benda-benda purba koleksi museum dengan lokasi ditemukannya. Benda-benda seperti bebatuan arca, dan fosil yang tersimpan di Museum Prabu Siliwangi sebelumnya ditemukan Gunung Karang dan Gunung Tangkil. Kegiatan itu juga dilakukan setelah BRIN resmi bekerja sama dengan Museum Prabu Siliwangi untuk melakukan penelitian. “Penelitian tahap 4 ada tiga yang menjadi tujuan pertama adalah menyesuaikan benda yang ada di museum dengan lokasi tempat ditemukannya benda tersebut. Benda itu adalah batu dan fosil,” katanya, Sabtu 31 Mei 2025.
“Selanjutnya dari hasil survei di lapangan ada beberapa poin yang diperoleh. Bahwa benda di museum itu terbukti sesuai dengan lokasi ditemukannya karena mereka yang punya keahliannya. Seperti di Gunung Karang bantuannya sama dengan yang ada di museum,” ujarnya. Sedangkan di Gunung Tangkil, diduga pernah terjadi budaya megalitikum karena terdapat punden berundak dan bebatuan yang telah dibentuk oleh manusia. Termasuk adanya temuan baru yakni dua batu dakon di Gunung Tangkil. Tim peneliti BRIN dan Museum Prabu Siliwangi juga meninjau lokasi Desa Tugu di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, tempat ditemukannya koleksi bebatuan menhir. “Para peneliti menemukan lagi di sana batu dakon artinya batu berlubang itu merupakan budaya megalitik berarti budaya manusia jaman dahulu kala. Ini membuktikan bahwa di Gunung Tangkil itu ada kegiatan di jaman prasejarah kurang lebih seperti itu. Dan terlihat dari undakan batunya seperti punden berundak. Dan tentu nanti ada laporannya dari mereka,” cetusnya.
“Kalau di Desa Tugu ini dulu ada kawasan budaya megalitik jaman dulu kala, tapi sayangnya itu sudah menjadi perumahan sehingga batu-batu udah terkubur fondasi dan sebagainya dekat juga dengan Gunung Tangkil Sukawayana ini. Makanya ini penting untuk diteliti lebih lanjut,” ucapnya.
Sementara itu Ahli Sejarah Masa Hindu-Budha dan Keramologi dari BRIN Yusmaini Eriawati mengatakan, arca dan bebatuan di Gunung Tangkil diduga sudah ada sejak masa Hindu-Budha. “Jadi dari yang sudah dianalisis dilihat, arca produk situs Gunung Tangkil itu memang dia memperlihatkan Unfinished (tidak selesai) tetapi ada satu buah yang menurut hasil penelitian Mba Ati itu menggambarkan seperti arca kalau kita masuk arca klasik masa sejarah Hindu Budha,” kata Wati. Peninggalan sejarah megalitikum tersebut menurutnya juga terus digunakan hingga masa masuknya Islam ke Sukabumi. Benda peninggalan purba paling tua yang ditemukan di Gunung Tangkil sudah ada sejak abad 10 masehi.
“Ditemukan juga menhir yang diduga makam. Nah di sini bisa dilihat bahwa di Gunung Tangkil itu untuk mengetahui masa tidak stop dia, jadi berkelanjutan. Jadi pada masa Hindu Budha itu digunakan pada masa IsIam juga digunakan. Tetapi itu memang harus dibuktikan lebih lanjut,” cetusnya. “Kami belum tahu dating kronologi asli absolutnya yang benar. Tapi kalau dari hasil penelitian selama ini keramik keramik yang ada di Sukabumi itu abad 10 paling tua itu. Jadi sudah bukan prasejarah murni. Maksudnya prasejarah jaman logam awal tapi itu sudah tradisi,” paparnya. Dia pun merekomendasikan situs Gunung Tangkil kepada Pemerintah Kabupaten Sukabumi untuk ditingkatkan menjadi cagar budaya supaya bisa lebih diperhatikan pemeliharaan dan perawatannya. “Untuk Situs Gunung Tangkil memang kami merekomendasikan ke Dinas Kebudayaan untuk bisa dijadikan sebuah situs cagar budaya agar ke depannya bisa diteliti lebih lanjut,” jelasnya.
Temuan Dua Batu Dakon

“Kalau batu dakon itu biasanya fungsinya kalau di Indonesia itu bisa sebagai alat perhitungan astronomi misalnya musim panen kapan musim nanam padi kapan. Tapi juga bisa dipergunakan untuk acara-acara religius jadi ketika ada kematian ini dipergunakan oleh keluarga yang penunggu si mati,” katanya. Saat ini dua batu dakon tersebut disimpan menjadi koleksi di Museum Prabu Siliwangi di Kelurahan Gunungpuyuh, Kota Sukabumi. Penelitian di Gunung Karang Selain Gunung Tangkil, di Gunung Karang di Kelurahan Limusnunggal, Kecamatan Cibeureum, Kota Sukabumi juga ditemukan beberapa batu berbentuk hewan yang saat ini disimpan di Museum Prabu Siliwangi.
Ahli Prasejarah Masa Paleolitik dari BRIN Jatmiko mengatakan, bebatuan tersebut terbentuk secara alami bukan buatan manusia sehingga tidak ada jejak kebudayaan manusia di sana. Mengenai usia bebatuan, dia belum bisa memastikannya karena harus ada penelitian geologi lebih lanjut.
“Dalam konteks di Gunung Karang untuk temuan di sini itu bukan buatan manusia, itu batu-batu alam ada mitos mereka menganggap itu menyerupai muka orang, binatang, ikan, anjing laut,” tuturnya. “Kalau menyangkut kronologi umur itu jelas sangat tua. Untuk karangnya itu sudah tua karena itu menyangkut proses pembentukan geologi pengangkatan jadi itu dari laut makanya ada jejak kerang itu. Jaman terbentuknya itu lama sekali bisa jutaan tahun, nah itu perlu dari orang geolog ke situ,” kata Jatmiko.
Ahli Prasejarah Lingkungan Zubair Mas’ud menambahkan, bebatuan di Gunung Karang merupakan jenis batuan gamping. Sebelumnya, diduga tempat tersebut digunakan untuk bertapa. “Ternyata di gunung karang itu bantuannya batuan gamping. Cuma kami menemukan jejak bahwa gunung karang itu digunakan untuk kepercayaan religi karena di atas Gunung Karang itu ada semacam batu nisan kemudian ada susunan berdiri jadi kayak bertapa,” pungkasnya.
Ahli Prasejarah Lingkungan Zubair Mas’ud menambahkan, bebatuan di Gunung Karang merupakan jenis batuan gamping. Sebelumnya, diduga tempat tersebut digunakan untuk bertapa. “Ternyata di gunung karang itu bantuannya batuan gamping. Cuma kami menemukan jejak bahwa gunung karang itu digunakan untuk kepercayaan religi karena di atas Gunung Karang itu ada semacam batu nisan kemudian ada susunan berdiri jadi kayak bertapa,” pungkasnya.
Dia merekomendasikan kepada Pemerintah Kota Sukabumi untuk menjadikan Gunung Karang sebagai tempat wisata eco-museum yang terintegrasi dengan benda-benda koleksi di Museum Prabu Siliwangi. “Kalau rekomendasinya sih ketika pengunjung di museum penasaran dengan kenapa sih bentuknya batuan dari Gunung Karang seperti macam-macam binatang, mereka bisa lihat lingkungannya di situ supaya pengunjung tidak penasaran. Pemerintah setempat juga bikin rekreasi itukan bagus untuk misalnya arung jeram kan ada sungai kecil di bawahnya,” jelas Zubair.
Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Sukabumi Punjul Saepul Hayat mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti rekomendasi dari BRIN untuk menjadikan Gunung Karang sebagai lokasi eco-museum. Akan tetapi saat ini terkendala kepemilikan lahan yang dikuasai pihak swasta. “Mudah-mudahan tadi ada beberapa rekomendasi dari BRIN menjadi eko-museum. Nanti kita berdasarkan kajian bisa menjadi masukan untuk kita wujudkan,” papar Punjul.
“Sekarang kan dari sisi kepemilikan dikuasai oleh suatu PT dengan hak guna pakai. Perlu juga dilakukan komunikasi kepada PT tersebut agar lokasi itu dijaga kalau bisa dikembangkan sebagai warisan budaya yang menjadi sejarah, cita, cerita, menjadi citra juga Kota Sukabumi. Tadi juga ada usulan gapura, mudah-mudahan nanti kita usulkan coba dalam suatu langkah perencanaan sehingga nantinya bisa diwujudkan dalam suatu program kegiatan,” jelasnya.*** Berita Pilihan
Sumber Artikel berjudul ” BRIN Rekomendasikan Gunung Tangkil dan Gunung Karang Sukabumi Jadi Cagar Budaya dan Eco-museum “, selengkapnya dengan link: https://mediapakuan.pikiran-rakyat.com/sukabumi-raya/pr-639378086/brin-rekomendasikan-gunung-tangkil-dan-gunung-karang-sukabumi-jadi-cagar-budaya-dan-eco-museum?page=4