Naskah Peninggalan Ulama dan Jaman Kolonial di Museum Prabu Siliwangi Sukabumi Diteliti, BRIN : 90 persen Asli

Dipublikasikan oleh SMK IT AL FATH pada

Naskah Peninggalan Ulama dan Jaman Kolonial di Museum Prabu Siliwangi Sukabumi Diteliti, BRIN : 90 persen Asli

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah rampung melakukan penelitian terhadap 80 benda koleksi di Museum Prabu Siliwangi, di Ponpes Dzikir Al Fath, Kota Sukabumi, Jawa Barat. Benda yang diteliti BRIN terdiri dari naskah kitab di jaman periode pengaruh Islam, naskah dan mata uang di jaman kolonial, serta di jaman post kolonial. Kepala Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah BRIN M Irfan Mahmud mengatakan, penelitian ini merupakan tahap kedua, setelah tahap pertama penelitian terhadap benda-benda berupa arca dan batu. “Riset ini dilakukan selama lima hari, ada 80 koleksi dari periode sejarah di museum ini. Metode yang dilakukan itu mereka melakukan studi morfologi lalu melihat inskripsi untuk mata uang kemudian melakukan pembacaan yang masih bisa dibaca lalu mengidentifikasi dinasti, periode dan beberapa informasi lainnya. Hanya memang untuk aspek bahan belum karena logam harus ada analisis labnya ya,” katanya, Senin 8 Juli 2024.

Dari naskah yang diteliti, terdapat kitab yang diterbitkan dari periode akhir abad 19 hingga pertengahan abad ke 20. Sejumlah penulis naskahnya berasal dari tanah Sunda seperti KH Ahmad Sanusi yang berasal dari Sukabumi dan Syeikh Muchtar dari Bogor. Selain itu ada beberapa pengarang kitab dari Jawa, salah satunya KH Bisri Mustofa dari Rembang. Naskah-naskah kitab ini mencakup berbagai disiplin ilmu seperti fiqh (hukum Islam), ilmu falaq (astronomi Islam), dan ilmu manthiq (logika). Selain itu terdapat naskah dari Turki. “Kitab kuning yang berhubungan dengan pengetahuan dan ajaran-ajaran yang berkembang di pesantren. Yang menarik sebenarnya yang menulis kitab itu adalah pengajar di Mekah. Itu artinya, sudah ada globalisasi pengetahuan pesantren di sini (Indonesia) ke sana (Mekah), yang selama ini kita berpikir kita yang menyerap terus, ternyata ada pengetahuan di sini juga yang diajarkan ke sana dan kitab itu ada di sini (Museum Prabu Siliwangi). Artinya itu jadi kebanggan orang tatar Sunda dengan bahwa ilmuwan di masa lalu ternyata memiliki pengetahuan astronomi yang diajarkan di kawasan dunia lain,” ujarnya. “Jadi ada yang menarik juga, di naskah-naskah itu memperlihatkan asimilasi antara Islam dan Jawa karena huruf pegon dan Arab. Kelihatan sebenarnya yang bisa kita dapat di situ, orang-orang dahulu sangat terbuka dengan budaya yang baik dari luar tapi tetap bertahan dari budaya lokal. Menerima yang baik tapi kelokalannya tetap dipertahankan,” ucapnya.

Dari benda-benda peninggalan era kolonial dan post kolonial, menurutnya terdapat dokumen seperti rapor sekolah dan kartu tanda pengenal yang bisa dijadikan acuan untuk pembuatan dokumen serupa di era kekinian. “Ini hal yang baik untuk melihat tranformasi sosial, budaya, belajar tentang bagaimana orang luar menghargai kelokalan, seperti rapor sekolah pakai bahasa Sunda, meskipun pendidikan Belanda,” paparnya. “Pengambil kebijakan juga bisa melihat. Misalnya KTP indonesia di depan dan di belakang bahasa Sunda. Menghargai kelokalan tidak hanya sekedar pendidikan di kelas, jadi berhubungan langsung,” tambah Irfan. Dari penelitian tahap kedua ini, BRIN dapat menyimpulkan sebagian besar objek yang telah diteliti memiliki keaslian. Menurutnya masih banyak koleksi di Museum Prabu Siliwangi Sukabumi yang bisa diteliti.

“Kalau keasliannya itu 90 persen yang sudah diriset. Ini kan ratusan yang belum. Yang sudah diriset 90 persen kita anggap asli. Lainnya tidak 100 persen karena ada dari sisi bahan harus diuji lagi,” tambahnya. Sementara itu pendiri Museum Prabu Siliwangi KH Fajar Laksana mengatakan, penelitian tahap kedua ini dilakukan dari tanggal 30 Mei hingga 2 Juni 2024. Dengan total objek yang diteliti sebanyak 80 benda. “80 benda itu terbagi menjadi, periode pengaruh Islam ada 20 benda yang meliputi naskah kitab kuning, mushaf Al-Qur’an dan koleksi dari kesultanan Turki Utsmaniyah. Lalu periode kolonial, dan post kolonial atau sesudah penjajahan itu ada 54 artefak yang meliputi benda dokumen, naskah jaman Belanda dalam bahasa Belanda, Melayu, Sunda dan Jawa. Juga dari uang kertas dan uang koin,” ujarnya. Penelitian dari BRIN menurutnya diperlukan untuk mengetahui dan mengklasifikasi benda koleksi berdasarkan keterangan hasil penelitian.

“Kenapa kita mengambil BRIN supaya masyarakat luas tahu bahwa benda kita itu sudah clear ini benda asli dari masa lalu kredibel valid dan disahkan sehingga siswa yang datang ke sini ga ragu-ragu lagi. kita sudah empat jenis benda yang diteliti, arca dan batu, keramik, naskah, mata uang,” tuturnya. “Sehingga kalau datang ke museum lihat narasi atau keterangannya ada logo BRIN berarti itu sudah diteliti. Kalau ternyata ini (benda) baru ga papa tapi dituliskan ini reproduksi. Bisa disebut replika reproduksi jaman modern tapi sebagai bahan pendidikan,” cetusnya.

Sumber Artikel berjudul “Naskah Peninggalan Ulama dan Jaman Kolonial di Museum Prabu Siliwangi Sukabumi Diteliti, BRIN : 90 persen Asli”, selengkapnya dengan link: https://mediapakuan.pikiran-rakyat.com/sukabumi-raya/pr-638303124/naskah-peninggalan-ulama-dan-jaman-kolonial-di-museum-prabu-siliwangi-sukabumi-diteliti-brin-90-persen-asli?page=3

Kategori: BERITA

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×

 

Assalamu'alaikum!

Terimakasih sudah mengunjungi website kami. Silakan anda klik kontak dibawah ini untuk menghubungi admin kami

× Butuh bantuan?